Fokuspembaca.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) 1444 H/2023, naik dari Rp 35 juta menjadi Rp 69 juta.
Tentunya, wancana besaran kenaikan ongkos naik haji (ONH) tersebut sangat amat memberatkan masyarakat calon jamaah haji di Indonesia khususnya.
“Terus terang kami sangat keberatan dengan wacana pemerintah yang Khususnya kementerian agama untuk menaikan ongkos haji ini yah,” ujar Abdul Rozak, calon jamaah haji asal Ciledug Kota Tangerang, Selasa (14/2/2023).
Abdul Rozak menjelaskan dirinya yang sehari harinya berjualan tanaman hias ini tidak sependapat dengan wancana pemerintah itu. Apalagi, pasca pandemi Covid-19 ekonomi sangat sulit.
“Karena memang kondisi seperti ini, bahkan saya punya usaha juga mandek (sepi), kemudian ekonomi juga agak sulit,” ucapnya.
“Semestinya pemerintah itu bukan menaikan, kalau bisa mah menurunkan. Ekonomi kita dan usaha usaha yang kami jalankan itu ia pas Covid-19 sangatlah menurun jauh dibandingkan sebelumnya,” sambung dia.
Lebih lanjut, Abdul Rozak menjelaskan apa bila biaya kenaikan haji itu dianggap pemerintah sangat mendesak. Semestinya angka kenaikan tidak sebesar satu kali lipat.
“Seandainya pun pemerintah terpaksa untuk menaikan ongkos naik haji ini, tapi nggak sebesar sekarang yang diajukan kementerian agama gitu loh,” sebutnya.
“Jadi ada istilah nih sekarang kata orang-orang ONH berubah menjadi OHN, ongkos naik haji berubah menjadi ongkos haji naik. Makanya jujur, kami sangat sangat keberatan yah,” sambungan.
Rozak menganggap wancana kenaikan biaya haji itu bisa dibilang rasional dan tidak rasional. Karena Kementerian Agama tidak menjelaskan secara detail apa yang melatarbelakangi ONH itu harus naik.
“Bicara rasional atau tidak, kita kan harus lihat yah, kalau apa sih alasan pemerintah menaikan ongkos naik haji.
Semestinya dijelaskan dengan sejelas-jelasnya. Apa sih yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menaikan ongkos haji? bahkan sebesar itu loh,” bebernya.
Rozak, menyinggung soal dana abadi umat mencapai triliunan yang dikelola oleh Kementerian Agama. Semestinya, apabila Kemenag mengaku rugi dengan subsidi biaya haji, dapat menggunakan dana tersebut.
“Sekarang begini, kementerian agama kshusunya di bidang menangani haji kan mempunyai dana abadi umat. Dana abadi umat itu berapa triliun sih sekarang? Yang semestinya dana itu diperuntukan. Kalo memang seandainya pelaksana ibadah haji di Kementrian Agama mengalami kekurangan dana, ambil saja dana abadi umat itu sendiri yah suapaya bisa menutupi kekurangan dalam pelaksanaan haji tahun ini dan berikutnya,” jelasnya.
Rozak tidak habis pikir kenapa wancana biaya ongkos naik haji itu justru dibebankan oleh masyarakat. Padahal ekonomi masyarakat saja belum pulih pasca diterpa masa pendemi Covid-19.
“Kenapa harus membebankan masyarakat, masyarakat sendiri aduh ekonomi sekarang benar-benar sedang mengalami kesusahan ekonomi lah. Karena memang kan kita setelah Covid-19 ini banyak usaha usaha mengalami kebangkrutan,” sebutnya.
“Nah kenapa pemerintah setelah ada Covid-19 ini ketika melaksanakan haji tahun ini malah meniakan ongkos naik haji gitu loh?,” tegasnya.
Rozak mengaku mendaftar haji bersama sang istri dan ibunya, di tahun 2013. Semestinya, dia jadwal berangkat haji di tahun 2024. Namun, akibat di tiadakan sementara keberangkatan haji karena pandemi Covid-19 jadi akhirnya berubah di tahun 2028.
“Awal sewaktu pendaftaran saya lihat di (website kementerian agama) bahwa Keberangkatan kami tahun 2024.Tapi setelah kami cek lagi pemerintah pernah tidak melaksanakan ibadah haji (akibat covid) akhirnya di undur tahun 2028,” ucapnya.
Rozak pun mengaku sudah melunasi seluruh biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) untuk keluarganya itu uang hasil berjualan tanaman hias yang di tabung puluhan tahun. Dia berharap wancana pemerintah menaikan biaya haji dibatalkan.
“Ia kalau seandainya benar ada tambahan ongkos naik haji. Saya akan berpikir lagi (mundur) dan nggaknya nanti. Mudah-mudahan si Allah memberi kemudahan rezeki,” tandanya. (Ron/Mhd)