Fokuspembaca.com, Kota Tangerang – Aliansi Jurnalis dan Mahasiswa (AJM) menggelar aksi menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran di DPRD Kota Tangerang, Senin (27/5/2024).
Aksi yang dilakukan oleh sejumlah organisasi kewartawanan dan mahasiswa itu menuntut Ketua DPRD Kota Tangerang, Gatot Wibowo untuk menandatangani pakta integritas penolakan RUU Penyiaran.
Diketahui, saat ini Anggota DPR RI tengah merancang RUU Penyiaran, yang mana di dalamnya berisi pasal-pasal yang dapat mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik, bahkan pembungkaman terhadap pers.
Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pers telah dijamin kemerdekaannya dan telah diakui keberadaannya sebagi Pilar ke-4 demokrasi. Pers dianggap amat erat dengan roh demokrasi yakni kebebasan berekspresi.
Bahkan secara konseptual, kebebasan pers dapat membuahkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
Melalui pers, masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga tercipta mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan.
Sayangnya, nilai-nilai di atas dapat memumadar, bahkan lenyap ditelan kekuasaan.
Berikut Pasal-Pasal Kontroversi RUU Penyiaran:
1. Pasal 50B ayat 2 huruf C; “Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.”
2. Pasal 50B ayat 2 huruf K; “Melarang isi siaran dan konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.”
3. Pasal 8A ayat 1 huruf q; “Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas wewenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.”
4. Pasal 51 huruf E; “Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kami menganggap pasal-pasal RUU Penyiaran di atas kontroversi karena bertentangan atau terjadi tumpang tindih hukum.
Misalnya, Pasal 50B ayat 2 huruf C bertentangan dengan UU Pers pasal 4 ayat 2, bahwa;
“Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.”
Terkait sengketa pers pada Pasal 8A ayat 1 huruf q dan Pasal 51E bertentangan dengan UU Pers pasal 15 ayat 2 huruf D;
“Salah satu fungsi dewan pers ialah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.”
Artinya, sengketa pers haruslah diselesaikan dengan Dewan Pers.
Selai itu, pada Pasal 50B ayat 2 huruf K; dapanmt mengakibatkan hilangnya lapangan kerja para pekerja kreatif seperti konten kreator atau pegiat media sosial.
Karena itu, Aliansi Jurnalis dan Mahasiswa (AJM), menuntut:
1. DPR RI menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal kontroversi.
2. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
3. Memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
4. Anggota (Ketua) DPRD Kota Tangerang menandatangani nota kesepahaman, menolak RUU Penyiaran yang kontroversi.
Demikian tuntutan ini kami buat. Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi.
Dan, kami bersepakat akan terus mengawal proses legislasi sampai tuntutan kami teralisasi.
Organisasi yang Menandatangani:
1. Balai Media Center (BMC) Tangerang Raya.
2. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tangerang Raya Raya.
3. Aliansi Jurnalis Independen (Aji) Banten.
3. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kota Tangerang.
4. Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang
5. POKJA.
6. Forum Wartawan Tangerang (Forwat).
7. Lembaga Pers Mahasiswa Stisnu.
8. Yatsi Madani.