Fokuspembaca.com, Jakarta – Enam pekerja kontrak disebuah perusahan media massa atas nama Fariz Fadhillah, Fahriadi Nur, Jekson Simanjuntak, Bethriq Kindy Arrazy, Iskandar Zulkarnain dan Imam Budi Mulyana resmi mengajukan permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial kepada Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan (Jaksel), pada Senin, 5 Agustus 2024.
Enam pekerja tersebut melapor ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan karena berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU no. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan jika perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Salah seorang pekerja kontrak, Jekson Simanjuntak mengungkapkan alasan mereka melapor ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan, karena sebelumnya telah melakukan perundingan bipartit sebanyak dua kali.
“Karena sebelumnya kami melakukan mediasi bipartit dengan pihak Pinusi.com sebanyak dua kali, selanjutnya mengajukan perundingan tripartit yang dimediasi oleh Sudinaker Jakarta Selatan,” ujar Jekson di Jakarta.
Para pekerja berharap, Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan bisa menyelesaikan permasalahan hukum terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Perusahaan Media Massa Tersebut.
Permohonan ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan sengaja dilakukan, karena tidak terdapat kata sepakat antara pekerja dengan perusahaan. Pihak perusahaan tetap berpegang teguh pada pendapatnya untuk tetap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, tanpa pernah memberikan surat PHK resmi kepada para pekerja.
“Pihak Pinusi beralasan perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga harus memutus kontrak terhadap enam pekerja, tanpa pernah menjelaskan secara rinci kondisi keuangan perusahaan,” kata Jekson.
Alasan kesulitan pembiayaan sulit diterima, karena tim marketing telah berupaya mendapatkan potensi pendapatan lewat kontak kerja sama. Sayangnya, potensi pendapatan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti dengan tetap melakukan PHK sepihak.
“Kesulitan pembiayaan tidak logis, sebab dalam satu bulan bekerja di Pinusi.com terdapat potensi pendanaan. Hanya saja potensi tersebut tidak pernah ditanggapi oleh perusahaan,” terangnya.
Dalam dua kali mediasi, pekerja juga mempertanyakan kejelasan kontrak kerja selama tiga bulan yang sebelumnya pernah dikirimkan oleh HR Pinusi dalam bentuk draf. Pekerja meminta kejelasan mengapa hingga satu bulan berjalan, kontrak tak kunjung disodorkan untuk ditandatangani pekerja.
Pihak perusahaan, kata Jekson, secara sengaja menyembunyikan kontrak yang seharusnya diterima oleh pekerja. Padahal semua pekerja sudah melengkapi berkas administrasi yang diminta HRD Pinusi.com. Adapun alasannya, dalam dua kali mediasi, pihak perusahaan tidak mampu menjelaskan hal tersebut.
“Kami mempertanyakan kontrak kerja yang disembunyikan HRD Pinusi. Karena menyembunyikan kontrak merupakan niat jahat yang jelas bertentangan dengan aturan yang berlaku,” papar Jekson.
Senada, pekerja lainnya, Bethriq Kindy Arrazy mengungkapkan alasan PHK sepihak tidak bisa diterima karena selama bekerja untuk Pinusi.com, mereka telah bekerja secara profesional seperti yang disyaratkan di dalam draf kontrak.
“Kita sudah mengisi konten di website hingga memproduksi audio visual secara eksklusif. Kewajiban tersebut dikerjakan secara profesional,” terang Kindy.
Selain itu, imbuh Kindy, keenam pekerja tak ada satu pun pelanggaran yang dilakukan berdasarkan pasal-pasal dari draf PKWT yang diterima.
“PHK sepihak sangat tidak masuk akal dan cacat prosedural,” tegasnya.
Sebagai informasi, enam pekerja mulai masuk kerja pada 3 Juni 2024 berdasarkan draf kontrak yang dikirimkan per-tanggal 2 Juni 2024 oleh HR Perusahaan Media Massa itu.
Draf kontrak kerja bersifat Perjanjian Kerja Bersama Berdasarkan Waktu Tertentu (PKWT) untuk masa kerja selama tiga bulan, terhitung sejak 3 Juni hingga 2 September 2024.
Nahas, sejak 1 Juli 2024, enam pekerja atas nama Bethriq Kindy Arrazy, Fahriadi Nur, Fariz Fadhillah, Imam Budi Mulyana, Iskandar Zulkarnain, Jekson Simanjuntak diputus hubungan kerjanya secara sepihak tanpa alasan yang jelas, padahal draf kontak menyebutkan masa kerja seharusnya tiga bulan.
Penulis: Ade Saputra I Editor: PT