Fokuspembaca.com, Tangerang – Sidang kasus perdata berkaitan dengan penjualan mobil kredit milik penggugat Produser film Girry Pratama dengan tergugat bank swasta CIMB Niaga Auto Finance digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Sidang itu digelar dengan agenda mendengarkan saksi ahli perdata.
Girry Pratama menggugat perdata bank swasta CIMB Niaga Auto Finance berkaitan dengan penjualan mobil kreditan miliknya. Salah satu hal yang dipermasalahkan mengenai surat pemberitahuan dari pihak bank yang disebutnya tidak pernah sampai ke pihak Girry Pratama
“Perkara ini terkait dengan proses parate eksekusi yang dilakukan kreditur secara sepihak, dimana tindakan parate eksekusi tidak sesuai dengan ketentuan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8 Tahun 2019 jo putusan makamah konsitusi nomor 99 Tahun 2020 jo putusan makamah konsitusi Nomor 2 Tahun 2021,” ujar saksi ahli Sonyendah Retnaningsih, Kamis, (19/1/2023).
Menurut Retna, dalam perkara ini kreditur tidak melaksanakan eksekusi sesuai dengan Undang-Undang Fidusia, yang harus memenuhi dua unsur secara kumulatif. Seperti harus ada kesepakatan antara dua belah pihak kreditur dan debitur telah terjadinya wanprestasi.
“Kedua harus penyerahan secara sukarela dari debitur terhadap kreditur dengan demikian dalam hal ini, penyertaan wanprestasi tidak bisa dinyatakan secara sepihak. Apabila debitur tidak memenuhi secara sukarela dan tidak ada kesempatan telah terjadi wanprestasi, maka kreditur tidak bisa melakukan eksekusi secara sendiri dengan menggunakan jaminan UU Fidusia melalui parate eksekusi,” jelasnya.
Retna menuturkan, jika misalnya debitur dinyatakan wanprestasi, harus ada jaminan kebendaan itu merupakan perjanjian ikutan. Di mana, lanjutnya, itu tidak bisa berdiri sendiri, karena adanya perjanjian pokok.
“Perjanjian pokok sebenarnya jual beli tetapi dengan konsep utang piutang. Jual beli secara cicilan. Kalau konsep jual beli walaupun mekanisme cicilan, maka hak milik itu sudah terjadi ketika terjadi penyerahan barang. Beda dengan jual beli benda tetap, harus dengan suatu autentik,” jelasnya.
Retna menambahkan, jadi jaminan fidusia ini milik kreditur karena hanya memberikan hak ada jaminan kebendaan, bisa tanggungan, fidusia, gadai. jadi tidak memindahkan hak milik.
“Mobil ini kan jadi hak miliknya tertera pada STNK, BPKB, itu hak milik. Makanya jika debitur macet pembayarannya, kreditur tidak bisa melakukan penjualan secara langsung, harus melalui persetujuan antara kedua pihak. Debitur secara sukarela untuk di jual sebagai pelunasan. Kalau tidak ada itu, mana bisa karena hak milik itu pada debitur,” ungkapnya.
Retna menjelaskan, dalam perkara ini jelas kreditur tidak memenuhi 1320 KUHP Perdata. Pasalnya, kreditur melakukan penjualan mobil milik debitur tidak memiliki persetujuan atau pun tidak ada surat kuasa.
“Jika harus ada surat kuasa pun sama, harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara keduanya. Sehingga kalau tidak ada surat kuasa, maka penandatangan itu tidak sah,” katanya.
“Yang jadi permasalahan kalau tindak parete eksekusi berdasarkan dokumen penyerahan barang, yang ditangani oleh pihak semestinya, maka penjualan itu tidak sah. Karena tidak memenuhi keputusan Mahkamah Konstitusi,” ungkapnya.
Kuasa Hukum Girry Pratama, Chitto Cumbhadrika mengatakan, pihaknya sepakat dengan yang disampaikan saksi ahli terkait penjelasan fidusia. Hal tersebut sangat jelas jika kreditur tidak bisa serta merta tanpa ada penyerahan surat kuasa dari orang yang mempunyai kepetingan.
“Jadi sudah jelas apa yang disampaikan oleh saksi ahli, perbuatan tergugat (kreditur) memang merupakan perbuatan melawan hukum. Jadi harapannya hakim bisa memutus yang seadil-adilnya,” katanya.
Sebelumnya, produser film Girry Pratama menggugat perdata bank swasta CIMB Niaga Auto Finance berkaitan dengan penjualan mobil kreditan miliknya. Salah satu hal yang dipermasalahkan mengenai surat pemberitahuan dari pihak bank yang disebutnya tidak pernah sampai ke pihak Girry Pratama.
“Bahwa CIMB melakukan akad kredit mobil tersebut di rumah klien kami yang baru dan sudah mengetahui dan sepatutnya CIMB mengirimkan surat ke alamat klien kami saat ini,” ucap Chitto Cumbhadrika selaku kuasa hukum Girry Pratama dalam keterangannya.
Namun, menurut Chitto, surat pemberitahuan dari CIMB tidak pernah sampai ke Girry Pratama. Chitto mengatakan alamat yang dikirimkan merupakan alamat yang ditinggali Girry Pratama pada lima tahun lalu.
Kasus itu bermula ketika Girry Pratama berada di luar negeri, tepatnya Budapest, Hungaria, pada 3 Januari 2022. Saat itu Girry Pratama sudah mengetahui pembayaran kredit mobilnya akan jatuh tempo pada 8 Januari. Karena itu, Girry mengaku menghubungi staf bank untuk menyampaikan keterlambatan bayar. Saat itu, Girry meminta izin terlambat bayar karena kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan pembayaran.
“Waktu itu saat dihubungi sudah terima. Sudah oke. Nah, lalu Girry balik tanggal 6. Saat itu peraturan pemerintah sangat ketat dilakukannya karantina selama 14 hari sampai 22 Januari. Saat itu CIMB sudah menghubungi dan klien kami juga kebetulan mengutarakan berada di hotel untuk karantina. Setelah (klien) dikarantina, mereka (CIMB) sudah mengiyakan,” tutur Chitto.
“Nah, setelah selesai karantina 22 Januari itu, kebetulan Pak Girry dinyatakan positif COVID-19 harus menambah karantina sekitar dua minggu lagi,” imbuhnya.
Setelah karantina, Girry menambahkan, pihak bank menghubungi staf Girry untuk menganjurkan menitipkan saja mobil tersebut. Chitto mengungkapkan, sebagai iktikad baik dari kliennya dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya mobil tersebut dititipkan ke pihak bank.
“Dititipkanlah mobil tersebut, diantarkanlah oleh stafnya klien kami mobil tersebut. Selanjutnya, saat klien kami selesai karantina, mendatangi CIMB untuk lakukan pembayaran di mana ada satu mobil tersebut dan ada satu mobil lain. Klien kami datang dengan iktikad baik juga untuk membayar dendanya. Pak Girry tahu dengan kondisi tersebut pasti dikenakan biaya telat,” jelasnya. (Ron/Mhd)